Akidah

Takwil Sahabat Nabi dan Ulama terhadap Ayat dan Hadis Mutasyabihat

...

al-Ibar.net – Ada sebagian umat Islam yang menuduh Ahlussunnah Wal Jamaah pengikut Imam Asy’ari sebagai kelompok sesat dalam akidah. Terutama dalam masalah sifat-sifat Allah Swt. Mereka berpandangan, pengikut Imam Asya’ri sesat karena menakwil sifat-sifat Allah. Misalnya Yadu Allah (tangan Allah), ditakwil dengan kekuasaan Allah.

 

Menurut mereka, takwil adalah sebuah penyakit dalam memahami Al-Qur’an dan Hadis. Para ulama salaf tidak ada yang menakwil. Oleh karenanya, takwil harus dijauhi karena bukan manhaj salaf. Tentu, klaim sepihak ini tidak benar. Karena faktanya, takwil adalah salah satu metode ulama salaf dalam memahami ayat atau hadis mutasyabihat. Ulama salaf mulai dari generasi sahabat, tabiin, dan seterusnya banyak yang menakwil. Takwil para ulama salaf ini bisa kita temui dalam berbagai kitab tafsir.

 

Siapa pun yang menuduh takwil sebagai penyakit atau kesesatan, berarti dia kurang membaca tafsir. Cobalah baca—misalnya—kitab Tafsir at-Thabari, maka akan ditemukan banyak takwil dari para ulama salaf, termasuk generasi sahabat Rasulullah saw. Di antara sahabat Rasulullah yang menakwil adalah Sayidina Ibnu ‘Abbas. Apakah Sahabat Ibnu ‘Abbas sesat karena menakwil ayat Al-Qur’an?

 

Berikut ini, penulis tampilkan 4 contoh takwil yang dilakukan oleh ulama salaf:

1.     Ibnu ‘Abbas Menakwil Kursi Allah dengan Ilmu Allah

Di dalam surah al-Baqarah ayat 255 terdapat ayat Al-Qur’an:

وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ

Ayat ini jika kita artikan secara bahasa, maka memiliki arti seperti ini, “Kursi Allah meliputi langit-langit dan bumi.” Akan tetapi, Sayidina Ibnu ‘Abbas tidak memahaminya demikian. Menurut sepupu Rasulullah itu, maksud Kursi dalam ayat di atas adalah Ilmu Allah. Sehingga pemahamannya adalah “Ilmu Allah meliputi langit dan bumi”.

 

Hal ini sebagaimana dikutip oleh Imam at-Thabari dalam kitab Tafsirnya,

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ : {وَسِعَ كُرْسِيُّهُ} قَالَ : كُرْسِيُّهُ : عِلْمُهُ.

“Dari sahabaat Ibnu ‘Abbas tentang “Wasi’a Qursiyuhu”. Ibnu ‘Abbas berkata, yang dimaksud Kursiyuhu (Kursi Allah) adalah Ilmuhu (Ilmu Allah).”

 

2.     Imam Ahmad bin Hanbal Menakwil

Salah satu ulama salaf yang menakwil adalah Imam Ahmad bin Hanbal. Beliau salah satu Imam Mazhab fikih empat yang sampai sekarang tetap eksis.

Dalam surah al-Fajar ayat 22, terdapat bacaan berikut:

وَجَآءَ رَبُّكَ وَٱلْمَلَكُ صَفًّا صَفًّا

Ayat ini jika kita artikan secara bahasa, maka seperti ini, “Dan datanglah Tuhanmu; sedang malaikat berbaris-baris.” Akan tetapi, Imam Ahmad bin Hanbal berpendapat, yang datang adalah pahala Allah bukan Dzat Allah. Karena Allah itu tidak bersifat dengan bergerak atau diam. Bergerak atau diam adalah sifat makhluk dan ciptaan. Jika Allah bergerak atau diam, berarti Allah sama dengan makhluk.

 

Hal ini sebagaimana penjelasan Imam Ibnu Katsir dalam Kitab al-Bidayah Wa an-Nihayah sebagaimana berikut:

وروى البيهقي عن الحاكم عن أبي عمرو بن السماك عن حنبل أن أحمد بن حنبل تأول قول الله تعالى: (وجاء ربك) [ الفجر: 22 ] أنه جاء ثوابه.

ثم قال البيهقي: وهذا إسناد لا غبار عليه.

“Imam al-Baihaqi meriwayatkan dari al-Hakim dan Abi Amer bin as-Sammak dari Hanbal bahwa Ahmad bin Hanbal mentakwil firman Allah “Wa Ja’a Rabbuka” (Tuhanmu datang) dengan “Pahala Allah datang”.

 

Menurut Imam al-Baihaqi, sanad Riwayat ini tidak ternoda. Artinya sahih dan bisa dibuat dalil.

 

3.     Imam Malik Menakwil

Dalam sebuah hadis dijelaskan bahwa Allah turun ke langit dunia di sepertiga malam. Hadis ini oleh sebagian umat Islam dipahami dengan makna secara hakiki. Artinya Allah benar-benar turun dengan Dzat-nya. Konsep pemahaman ini bisa menjerumuskan seseorang pada paham bahwa Allah berpindah-pindah dari tempat ke tempat yang lain. Jelas paham seperti ini salah fatal.

 

Sedangkan Imam Malik, salah satu ulama salaf dari Madinah tidak mengartikan demikian. Imam Malik malah menakwilnya. Menurut Imam Malik, yang turun itu bukan Dzat Allah tetapi perintah Allah. Karena Allah itu tidak bersifat dengan berpindah-pindah. Berpindah-pindah hanya sifatnya makhluk.

 

Hal ini sebagaimana penjelasan Imam adz-Dzahabi dalam Kitab Siyar A’lam an-Nubala. Beliau menulis:

حدثني مالك قال: يتنزل ربنا تبارك وتعالى أمره فأما هو، فدائم لا يزول.

“…… Imam Malik bercerita kepadaku, bahwa Imam Malik berkata, “Tuhan kita turun. Maksudnya adalah perintah Allah turun. Adapun Allah itu sendiri tidak bersifat dengan pindah-pindah.”

 

4.     Imam Mujahid Menakwil

Dalam Al-Qur’an terdapat ayat:

يَوْمَ يُكْشَفُ عَن سَاقٍ وَيُدْعَوْنَ إِلَى ٱلسُّجُودِ فَلَا يَسْتَطِيعُونَ

“Pada hari betis disingkapkan dan mereka dipanggil untuk bersujud; maka mereka tidak kuasa.” (Q.s. Al-Qalam:41)

 

Dalam memahami ayat ini, ada sebagian umat Islam yang mengatakan bahwa Allah memiliki betis dan kelak betis Allah akan disingkap. Tentu pemahaman ini bisa menjerumuskan pada tajsim (Allah memiliki anggota tubuh seperti manusia).

 

Menurut Imam Mujahid, salah satu ulama salaf dan ahli tafsir, ayat di atas tidak bermakna betis Allah. Sebab yang dimaksud ayat tersebut adalah “ketika keadaan menjadi genting”. Dengan demikian, Imam Mujahid juga menakwil.

 

Hal ini sebagaimana penjelasan Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya:

وقال ابن جريح، عن مجاهد: { يوم يكشف عن ساق } قال: شدة الأمر وجده.

“Di hari disingkap dari betis… Imam Mujahid berkata, ‘ketika urusan menjadi genting.’”

Itulah sebagian kecil contoh bahwa ulama salaf menakwil ayat dan hadis yang menjelaskan tentang sifat Allah. Jika ada orang yang mengatakan bahwa ulama salaf tidak menakwil, berarti orang tersebut tidak jujur dalam menyampaikan ilmu. Ahlussunnah Wal Jamaah pengikut Asyari-Maturidi melakukan takwil dengan beralandaskan pada takwil ulama salaf, bukan membuat-buat sendiri.

 

Saifuddin Syadiri

Kader HMASS (Harakah Mahasiswa Alumni Santri Sidogiri) Surabaya dan aktif di FLP (Forum Lingkar Pena) Surabaya.

Kontributor

al-ibar.net dikelola oleh para penulis dan kreator yang butuh dukungan dari sahabat-sahabat. Yuk bantu al-ibar.net agar istikamah melahirkan karya yang mengedukasi dan berkualitas. Atas partisipasinya, kami ucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya.

Transfer donasi ke:

Bank Jatim
No Rek: 1282095285
A.n Yayasan Harakah Annajah Surabaya

Konfirmasi ke alibardotnet@gmail.com