Fiqih

Lupa Niat Zakat, Begini Solusinya

...

al-Ibar.net – Sebagaimana jamak diketahui, niat dalam ibadah merupakan salah satu syarat yang bisa menentukan keabsahan ibadah tersebut. Tanpanya, ibadah bisa tidak sah dan tidak bisa menggugurkan kewajibannya, serta tidak mendapatkan pahala dari ibadah yang dilakukan.

 

Dalam hal ini, niat menjadi salah satu penentu yang sangat penting untuk diperhatikan oleh orang-orang yang beribadah. Termasuk ibadah zakat. Para ulama menilai bahwa di antara syarat sahnya zakat harus disertai dengan niat. Namun, sebagaimana manusia pada umumnya, lupa terkadang juga kerap terjadi pada mereka ketika hendak mengeluarkan zakat.

 

Lupa Niat Zakat

Dalam hal ini, penting kiranya untuk membedakan antara “menyengaja” untuk tidak niat zakat, dan “lupa” untuk mengucapkannya. Sebab, keduanya meski sama-sama tidak mengucapkan niat, memiliki ketentuan yang berbeda.

 

Orang yang dengan sengaja tidak mengucapkan niat mengeluarkan zakat, padahal ia ingat bahwa di antara rukun-rukun yang bisa menjadi sebab sahnya zakat adalah niat, maka mayoritas ulama menilai bahwa tindakan demikian menjadikan zakatnya tidak sah. Sebab, selain tidak memenuhi syarat berupa adanya niat, ia telah dengan sengaja meninggalkannya.

 

Sekali lagi perlu diketahui, yang menjadi penyebab tidak sahnya zakat adalah ketika dengan sengaja tidak mengucapkan niat dan ia tahu bahwa niat menjadi salah satu bagian wajib dari zakat. Lantas, bagaimana jika lupa tanpa ada unsur sengaja? Atau ragu-ragu apakah telah melakukan niat atau tidak? Dan bagaimana pula solusianya? Mari simak penjelasan di bawah ini.

 

Versi Mazhab Syafi’iyah

Imam Ahmad Salamah al-Qulyubi (wafat 1069), salah satu ulama mazhab Syafi’iyah, dalam salah satu kitabnya menjelaskan perihal orang yang lupa mengucapkan niat ketika hendak mengeluarkan zakat. Menurutnya, solusi paling tepat adalah dengan meminta kembali zakatnya (yang tidak disertai niat), kemudian diberikan kembali kepadanya (orang yang berhak menerima zakat). (Imam al-Qulyubi, Hasyiyata Qulyubi wa ‘Umairah, [Beirut, Darul Fikr: 1995], juz II, halaman 55).

 

Pendapat Imam al-Qulyubi di atas, tentu untuk mengambil solusi paling aman agar zakatnya bisa sah. Sebab, menurut mayoritas ulama mazhab Syafi’iyah, zakat yang dikeluarkan tidak disertai niat, sekali pun dalam keadaan lupa maka zakatnya tidak sah.

 

Kasus yang sama juga disampaikan oleh Syaikhul Islam (gurunya orang Islam) Syekh Zakaria al-Anshari dalam salah satu kitabnya, ketika seseorang ragu-ragu apakah ia telah mengucapkan niat atau tidak ketika mengeluarkan zakat. Menurutnya, boleh untuk mengucapkan niat ketika ingat bahwa ia lupa untuk mengucapkannya,

 

وَلَوْ دَفَعَ ثُمَّ شَكَّ هَلْ وُجِدَتْ مِنْهُ نِيَّةٌ عِنْدَ الدَّفْعِ، أَوْ قَبْلَهُ، أَوْ لَمْ يُوجَدْ فَالْقِيَاسُ أَنَّهُ يَضُرُّ إلَّا أَنْ يَتَذَكَّرَ وَإِنْ طَالَ الْفَصْلُ

 

Artinya, “Jika memberikan (harta untuk zakat), kemudian ragu-ragu apakah di dalamnya bersamaan dengan niat ketika memberikan, atau niat sebelumnya, atau tidak ada niat sama sekali, maka zakatnya tidak sah, kecuali ia ingat (dan mengucapkan), sekali pun dengan tempo yang panjang.” (Syekh Zakaria, Syarhu al-Bahjati al-Wardiah, [Matba’ah Maimaniah: tanpa tahun], juz VI, halaman 415).

 

Versi Mazhab Malikiyah

Secara umum, dalam mazhab Malikiyah juga menyatakan bahwa niat merupakan komponen yang tidak bisa dipisahkan dari bagian zakat. Dengan demikian, zakat yang dikeluarkan namun tidak disertai niat, maka pada dasarnya dia belum bisa dikatakan orang yang mengeluarkan zakat (muzakki). Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh mayoritas ulama mazhab Maliki, di antaranya Syekh Kaukab Ubaid,

 

أَمَّا إِنْ تُرِكَتْ النِّيَةُ وَلَوْ جَهْلًا أَوْ نِسْيَانًا فَلَا يُعْتَدُّ بِمَا أَخْرَجَهُ مِنَ الزَّكَاةِ

 

Artinya, “Sedangkan jika niat ditinggalkan, sekali pun (meninggalkan) karena tidak tahu (niatnya), atau karena lupa, maka apa yang dikeluarkan tidak bisa dianggap zakat.” (Syekh Kaukab Ubaid, Fiqhu al-Ibadat ‘ala al-Mazhab al-Maliki, [Damaskus, Mathba’ah al-Insya’: 1986], halaman 295).

 

Jika ditelusuri lebih lanjut, dalam fikih mazhab Maliki, terdapat suatu keterangan ketika seseorang lupa untuk mengucapkan niat, misalnya menurut pendapat Imam Abu Muhammad Abdullah al-Kharasyi (wafat 1101 H), dalam salah satu kitabnya menegaskan bahwa orang yang lupa untuk berniat ketika mengeluarkan zakat, maka hal itu sudah dianggap cukup dan hukum zakatnya sah.

 

وَنَقَلَ الشَّيْخُ كَرِيْمُ الدِّيْنِ اَلْإِجْزَاءَ فِيْمَنْ نَسِيَ النِّيَةَ أَوْ جَهِلَهَا

 

Artinya, “Syekh Karimuddin mengutip salah satu pendapat (dalam mazhab Maliki), akan dicukupkannya (zakat) bagi orang-orang yang lupa untuk niat, atau tidak tahu pada (hukum) niat tersebut.” (Imam al-Kharasyi, Syarhu Mukhtashar Khalil, [Kairo, Darul Hadits: 2005], juz II, halaman 222).

 

Versi Mazhab ad-Dzahiri

Selain beberapa pendapat dari mazhab di atas, ada juga di luar mazhab empat yang ikut membahas perihal persoalan ini, misalnya mazhab ad-Dzahiri. Dalam mazhab ini ditemukan suatu keterangan, bahwa pada dasarnya orang lupa untuk mengucapkan niat ketika zakat, maka zakatnya tidak dianggap. Pendapat ini juga tidak jauh beda dengan pendapat di atas.

 

Hanya saja, ada jalan keluar yang hal itu lebih gampang versi mazhab ad-Dzahiri, yaitu dengan cara mengucapkan niat ketika sudah mengingatnya. Sebab, zakat merupakan salah satu ibadah yang tidak terikat dengan waktu, maka niat zakatnya boleh diucapkan kapan pun ketika lupa. Sekali lagi perlu ditegaskan, “ketika lupa”.

 

Al-Imam al-Muhaddits Abi Muhammad Ali bin Ahmad bin Sa’id bin Hazm atau yang lebih populer (popular) dengan sebutan Imam Ibnu Hazm (wafat 456 H), dalam salah satu karyanya mengatakan,

 

مَنْ نَسِيَ النِّيَةَ فِي مَدْخَلِ صَلَاتِهِ وَمَدْفَعِ زَكَاتِهِ فَهَؤُلَاءِ غَيْرُ مُصَلٍّ وَلَا مُزَكٍ،َ اِلَّا أَنَّ الزَّكَاةَ لَيْسَتْ مُرْتَبِطَةً بِوَقْتٍ مَحْدُوْدِ الطَّرَفَيْنِ فَهِيَ تُقْضَى أَبَدًا

 

Artinya, “Barang siapa lupa niat ketika memasuki salatnya, atau ketika mengeluarkan zakatnya, maka ia tidak dianggap orang yang salat dan tidak dianggap orang yang zakat. Hanya saja, sungguh zakat itu tidak terikat oleh dua waktu (awal dan akhir), sehingga bisa diganti selamanya.” (Ibnu Hazm, al-Ihkam fi Ushuli al-Ahkam, [Beirut, Darul Ifaq al-Jadidah, tahqiq: Syekh Muhammad Syakir], halaman 151).

 

Simpulan Hukum

Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam mengeluarkan zakat sudah seharusnya untuk berhati-hati perihal niat. Sebab, tanpa niat zakatnya tidak akan sah menurut mayoritas ulama. Hal itu tidak lain karena niat menjadi salah satu bagian paling penting di balik sahnya zakat.

 

Akan tetapi, jika seandainya sudah terjadi dan benar-benar lupa untuk niat, maka setidaknya ada tiga mazhab yang bisa diikuti, (1) mazhab Syafi’i memberikan solusi dengan cara meminta kembali zakatnya, kemudian diberikan lagi kepada penerimanya dan disertai dengan niat; (2) mazhab Maliki sudah menganggap cukup sekali pun tidak melafalkan niat; Dan (3) menurut mazhab ad-Dzahiri, orang yang lupa niat ketika mengeluarkan zakat, maka solusi yang paing tepat baginya adalah dengan meng-qadha (mengganti) niat zakatnya, dan diucapkan saat itu juga (ketika ingat).

 

Demikian penjelasan perihal orang yang lupa niat ketika mengeluarkan zakat. Semoga bermanfaat.

Sunnatullah

“Penikmat Kitab Salaf. Pegiat Literasi dari bilik Pesantren.”

Kontributor

al-ibar.net dikelola oleh para penulis dan kreator yang butuh dukungan dari sahabat-sahabat. Yuk bantu al-ibar.net agar istikamah melahirkan karya yang mengedukasi dan berkualitas. Atas partisipasinya, kami ucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya.

Transfer donasi ke:

Bank Jatim
No Rek: 1282095285
A.n Yayasan Harakah Annajah Surabaya

Konfirmasi ke alibardotnet@gmail.com