Sebagai orang yang sangat mengagumi KH. Abdurrahman Wahid atau yang kerap disapa dengan Gus Dur, saya lebih terkesima ketika menemukan dan mendengarkan beberapa testimoni orang-orang yang dahulu pernah berada di sekitar Gus Dur. Salah satu diantaranya ketika saya dan teman-teman pernah menggelar kegiatan forum dialog beragama pemuda di Semarang tahun 2019 lalu.
Dalam forum itu kami juga melakukan dialog dengan umat Kristen Unitarian di kota Semarang yang mungkin banyak orang belum mengetahui agama tersebut. Di sela-sela acara kami mendapat kesempatan untuk bercengkrama dan guyon dengan Elder Tjahjadi Nugroho dalam obrolan tersebut beliau juga menceritakan kenangan manis saat Elder Nugroho bersama Gus Dur.
Salah satu mantan ajudan sekaligus sahabat karib Gus Dur, Pendeta Kristen Unitarian itu menuturkan bahwa Gus Dur adalah idola yang tidak hanya digandrungi para santri saja, tetapi semua orang dari kalangan bawah hingga orang-orang besar di dunia pasti mencintainya, termasuk Elder Nugroho ini sebagai kelompok minoritas.
Gus Dur adalah sosok yang memperjuangkan hak-hak kemanusiaan semasa hidupnya. Perihal kebebasan beragama dan hak asasi dalam beragama itu selalu diperjuangkan oleh Gus Dur.
Gus Dur juga melindungi kelompok minoritas yang menganut agama atau kepercayaan di luar kelompok aliran utama agama-agama besar. Tak heran jika ada riwayat yang menceritakan bahwa Gus Dur kerap kali memilih bersebrangan dengan pandangan kebanyakan orang lain.
Pembelaan terhadap kaum Ahmadiyah misalnya. Juga tak banyak orang tahu bahwa Gus Dur pernah melindungi umat Kristen Unitarian yang tak diberi ruang hidup dan berkembang oleh sekelompok masyarakat tertentu yang menginginkan apa yang mereka sebut sebagai ‘pemurnian agama’.
Menurut Gus Dur, hal itu semata karena keharusannya membela hak dan kebebasan berekspresi warga negara sebagai pengejawantahan dari nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara yang telah sejak dulu kala disepakati bersama. Termasuk perwakilan dari partai-partai dan kelompok agama.
Nugroho yang menjadi salah satu pendiri Gereja JAGI (Jemaat Allah Global Indonesia) mengatakan, bahwa Gus Dur merupakan tokoh yang berjasa besar bagi keberadaan umat JAGI di Indonesia.
Di antara jutaan gereja di dunia, Gereja Jemaat Allah Global Indonesia (JAGI) di Semarang, merupakan ajaran Kristen yang mempercayai YHWH sang Bapa, sebagai satu-satunya Allah (God) dan Yesus Kristus sebagai Tuhan (Lord) dan Mesias, berpegang pada al-Kitab secara utuh termasuk menjalankan ibadah pada hari Sabat (Sabtu). Perbedaan mendasar ajarannya dibandingkan gereja Kristen pada umumnya, menjadikannya susah diterim masyarakat, bahkan seringkali dianggap sesat umat Nasrani sendiri.
Ketika Gus Dur tengah menjabat menjadi Presiden Republik Indonesia, rumah Elder Nugroho di Semarang pernah didatangi Gus Dur untuk singgah sebelum melanjutkan kunjungannya ke daerah Rembang dengan dikawal para Paspampres tanpa pemberitahuan berjauh-jauh hari. Hal itu menyebabkan penyambutan yang terkesan mendadak sehingga menyajikan makanan seadanya untuk seorang presiden. Jalanan depan rumah yang sangat sempit seperti gang-gang pada umumnya sangat ramai dipadati warga lingkungan rumahnya yang ingin menyambut kedatangan orang nomor satu di Indonesia kala itu.
Pada kesempatan itu Elder Nugroho meminta bantuan Gus Dur untuk pengurusan perizinan berdirinya Gereja Jemaat Allah Global Indonesia (JAGI). Dengan sangat santai Gus Dur lantas menelepon ajudannya untuk mengurusi hal tersebut, jadilah JAGI sebagai salah satu Gereja yang sah terdaftar di Negara Indonesia sejak 26 Juli 2000. Kini kelompok minoritas itu sejumlah tiga ratusan umat se-Indonesia yang berpusat di Semarang, Jawa Tengah, dan saat ini telah mendirikan cabang-cabang gereja di kota Jakarta, Solo, Sukorejo-Pasuruan.
Elder Nugroho mengatakan, “Mungkin kalau Gus Dur tidak jadi Presiden saat itu, tidak akan pernah ada di Indonesia namanya Kristen Unitarian atau JAGI yang dianggap sesat ini.”
Pria asal Magelang ini juga mengatakan bahwa pesan KH. Abdurrahman Wahid yang masih ia ingat sampai saat ini mengenai politik dan negara.
“Soal politik itu soal kemanusiaan, dan politik itu harus mempertahankan UUD 1945 dan Pancasila sehingga tidak akan mudah dipecah belah dan mempertahankan kesatuan dan persatuan NKRI itu kewajiban,” ucapnya menirukan perkataan Gusdur.
Elder Nugroho juga berpesan kepada para pemuda agar terus berperan aktif dengan mewarisi jiwa nasionalis dan semngat toleransi seorang Gus Dur.[]